Maimunah binti Harits, Istri Terakhir Rasulullah
Nama
lengkapnya adalah Barrah binti Al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm
bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah. Ibunya bernama
Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin Hamatsah bin Jarsy.
Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk
Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Al-Mu’minah adalah
tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu Fadhal, dan Asma’.”
Maimunah dilahirkan enam tahun sebelum masa kenabian, sehingga dia
mengetahui saat-saat orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak
terpengaruh oleh peristiwa hijrah tersebut, dan juga banyak dipengaruhi
kakak perempuannya, Ummu Fadhal, yang telah lebih dahulu memeluk Islam.
Namun dia menyembunyikan keislamannya karena merasa bahwa lingkungannya
tidak mendukung.
Tentang suaminya, banyak riwayat yang
memperselisihkan, namun ada juga kesepakatan mereka tentang asal-usul
suaminya yang berasal dan keluarga Abdul Uzza (Abu Lahab). Sebagian
besar riwayat mengatakan nama suaminya adalah Abu Rahm bin Abdul-Uzza,
seorang musyrik yang mati dalam keadaan syirik. Suaminya meninggalkan
Maimunah sebagai janda pada usia 26 tahun.
Setelah suaminya
meninggal, dengan leluasa Maimunah dapat menyatakan keimanan dan
kecintaannya kepada Rasulullah. Sehingga dengan suka rela dia
menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Dia adalah
perempuan terakhir yang dinikahi Nabi SAW. Dan itu dilakukan pada tahun
ketujuh Hijriyah dengan mahar 500 dirham.
Tentang penyerahan
Maimunah kepada Nabi SAW ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT
berfirman: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu
istri- istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya
yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan
yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan
dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan
anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah
bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk
semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami
wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang
mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Ahzab: 50)
Maimunah
tinggal bersama saudara perempuannya, Ummul Fadhal, istri Abbas bin
Abdul Muththalib. Suatu ketika, kepada kakaknya, Maimunah menyatakan
niat penyerahan dirinya kepada Rasulullah. Ummul Fadhal menyampaikan
berita itu kepada suaminya sehingga Abbas pun mengabarkannya kepada
Rasulullah.
Rasulullah mengutus seseorang kepada Abbas untuk
meminang Maimunah. Betapa gembiranya perasaan Maimunah setelah
mengetahui kesediaan Rasulullah menikahi dirinya.
Pada tahun
berikutnya, setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah bersama kaum
Muslimin memasuki Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Sesuai dengan
isi perjanjian Hudaibiyah, Nabi diizinkan untuk menetap di sana selama
tiga hari.
Namun orang-orang Quraisy menolak permintaan Nabi
dan kaum Muslimin untuk berdiam di sana lebih dari tiga hari. Kesempatan
itu digunakan Rasulullah SAW untuk melangsungkan pernikahan dengan
Maimunah. Setelah pernikahan itu, beliau dan kaum Muslimin meninggalkan
Makkah.
Maimunah mulai memasuki kehidupan rumah tangga
Rasulullah dan beliau menempatkannya di kamar tersendiri. Maimunah
memperlakukan istri-istri beliau yang lain dengan baik dan penuh hormat
dengan tujuan mendapatkan kerelaan hati beliau semata.
Tentang
Maimunah, Aisyah pernah berkata. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita
yang baik kepada kami dan selalu menjaga silaturrahmi di antara kami.”
Dia dikenal dengan kezuhudannya, ketakwaannya, dan sikapnya yang selalu
ingin mendekatkan diri kepada Allah. Ia juga diriwayatkan memiliki ilmu
pengetahuan yang luas.
Pada masa pemerintahan Khalifah
Muawiyah bin Abu Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari
haji—di suatu tempat dekat Saraf—Maimunah merasa ajalnya sudah tiba.
Ketika itu dia berusia 80 tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 Hijriyah.
Dia dimakamkan di tempat itu juga sebagaimana wasiat yang dia
sampaikan.
Maimunah meriwayatkan sekitar 76 hadits dari Nabi
SAW. Beberapa hadits yang diriwayatkannya telah ditakhrij dalam kitab
hadits Bukhari-Muslim sekitar 13 hadits; 7 hadits sama-sama disepakati
oleh kedua imam (muttafaq ‘alaih), satu hadits lainnya ditulis oleh
Bukhari, dan 5 hadits lainnya ditulis oleh Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar